Garuda Indonesia Tambah Armada Jadi 100 Pesawat di 2025, Waspadai Tekanan Rupiah

Selasa, 08 April 2025 | 15:26:36 WIB
Garuda Indonesia Tambah Armada Jadi 100 Pesawat di 2025, Waspadai Tekanan Rupiah

Jakarta — PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) menargetkan penguatan armada operasional menjadi 100 unit pesawat hingga akhir tahun 2025. Keputusan ini diambil di tengah tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang menjadi salah satu faktor penting dalam perencanaan ekspansi tersebut, Selasa, 8 April 2025.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, menyatakan bahwa perusahaan membuka seluruh opsi yang memungkinkan untuk mendukung pengadaan pesawat tambahan, termasuk melalui skema penyewaan pesawat seperti wet lease (ACMI) maupun dry lease.

Strategi Bertahap dan Adaptif

Langkah ekspansi ini, menurut Wamildan, akan dilakukan secara bertahap dan adaptif sesuai dengan perkembangan industri penerbangan, kondisi pasar, serta aspek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Garuda Indonesia saat ini tengah memperkuat kapasitasnya dengan pengadaan pesawat narrow body jenis Boeing 737-800NG. Sejak akhir 2024 hingga kuartal I/2025, perusahaan telah mendatangkan dua unit pesawat dengan registrasi PK-GUF dan PK-GUG. Sementara itu, pada kuartal II/2025, dua pesawat tambahan dengan kode registrasi PK-GUH (MSN-44218) dan PK-GUI (MSN-44217) dijadwalkan mulai beroperasi setelah menyelesaikan proses perawatan.

Biaya Sewa Capai Rp5 Miliar per Pesawat

Dalam paparannya, Wamildan menyebut bahwa biaya sewa satu unit pesawat per bulan saat ini berkisar di angka US$300.000 atau setara sekitar Rp5,1 miliar dengan asumsi kurs rupiah Rp17.000 per dolar AS.

Kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah menjadi tantangan tersendiri bagi Garuda Indonesia dalam menyusun rencana ekspansi armada ini. Pasalnya, hampir seluruh transaksi pengadaan pesawat menggunakan mata uang dolar AS.

Rupiah Tembus Rp17.000 per Dolar AS

Diketahui, pada Jumat (4/4/2025), kontrak rupiah di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) sempat menyentuh level Rp17.006 per dolar AS. Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan pada perdagangan terakhir sebelum libur panjang Lebaran, rupiah ditutup di Rp16.562 per dolar AS (27/3/2025), dengan depresiasi sepanjang kuartal I/2025 mencapai 2,25%.

Depresiasi ini dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif impor sebesar 32% ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tekanan terhadap rupiah makin besar karena pasar dalam negeri masih tutup selama libur Lebaran dari 28 Maret hingga 7 April 2025.

Industri Penerbangan Tunjukkan Pemulihan

Meskipun dihantam tekanan eksternal, Garuda Indonesia tetap menunjukkan performa yang positif. Sepanjang 2024, total penumpang yang diangkut oleh Grup Garuda Indonesia (termasuk Citilink) mencapai 23,67 juta penumpang, naik 18,54% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 19,97 juta penumpang.

Rinciannya, merek utama Garuda Indonesia mengangkut 11,39 juta penumpang, sementara anak usahanya, Citilink, menyumbang 12,28 juta penumpang. Peningkatan ini juga sejalan dengan naiknya frekuensi penerbangan sebesar 12,21% YoY, dari 145.500 penerbangan di 2023 menjadi 163.271 penerbangan di 2024.

Tantangan Global: Mata Uang Negara Berkembang Melemah

Depresiasi nilai tukar tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (7/4/2025), mata uang negara berkembang lain seperti baht Thailand melemah 0,71%, dolar Taiwan turun 0,30%, dan yuan China melemah 0,37%. Sementara itu, yen Jepang justru menguat 0,90%.

Namun demikian, hingga kini pemerintah Indonesia belum mengambil kebijakan balasan terhadap tarif impor AS, termasuk terhadap keputusan Trump yang menaikkan bea masuk produk Indonesia.

Terkini