Batubara

Cina Perluas Penggunaan Batubara Meski Energi Terbarukan

Cina Perluas Penggunaan Batubara Meski Energi Terbarukan
Cina Perluas Penggunaan Batubara Meski Energi Terbarukan

JAKARTA - Cina kembali menunjukkan ketergantungannya pada batu bara meski kapasitas energi terbarukan melonjak tajam pada paruh pertama 2025. Antara Januari dan Juli, negara ini membakar lebih banyak batu bara di pembangkit listrik daripada periode mana pun sejak 2016. Data terbaru dari penelitian lingkungan menunjukkan operasi pembangkit listrik tenaga batu bara mencapai 21 gigawatt (GW) dalam enam bulan pertama, menandai level tertinggi dalam sembilan tahun terakhir.

Laporan yang diterbitkan Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) serta Global Energy Monitor (GEM) mencatat pembangunan baru dan pengaktifan kembali pembangkit batu bara total mencapai 46 GW. Selain itu, proyek-proyek yang diusulkan memiliki kapasitas tambahan sekitar 75 GW. Total kapasitas produksi batu bara diproyeksikan mencapai 80–100 GW pada 2025. Christine Shearer, analis riset GEM dan penulis laporan, menekankan, “Pengembangan pembangkit listrik tenaga batu bara di Cina... tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, sehingga emisi tetap tinggi dan batubara tertahan dalam sistem selama bertahun-tahun mendatang.”

Batu bara saat ini menyumbang sekitar separuh dari total produksi energi Cina, turun dari tiga perempat pada 2016. Meskipun proporsinya menurun, penggunaan batu bara tetap mendominasi dan menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Paralel dengan Peningkatan Energi Terbarukan

Ironisnya, lonjakan konsumsi batu bara ini terjadi bersamaan dengan ekspansi besar-besaran energi terbarukan di Cina. Kapasitas tenaga surya melonjak 212 GW dalam enam bulan pertama 2025, sementara energi angin dan surya baru diperkirakan mencapai total 500 GW tahun ini. Peningkatan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan energi gabungan Jerman dan Inggris.

Dorongan pemerintah Beijing melalui energi terbarukan telah menurunkan emisi secara keseluruhan sebesar 1% dalam enam bulan terakhir dibandingkan tahun lalu. Namun, pertumbuhan kapasitas terbarukan belum mampu menggantikan ketergantungan pada batu bara sepenuhnya. CREA mencatat, pembangunan pembangkit batu bara “tidak menunjukkan tanda-tanda mereda,” sehingga pengurangan emisi potensial dari energi terbarukan terancam tertahan.

Meski Presiden Xi Jinping pernah berjanji untuk mengurangi 30 GW kapasitas batu bara dari jaringan listrik antara 2020 hingga akhir 2025, realisasinya hanya 1 GW. Laporan CREA menyoroti “kepentingan batu bara yang kuat” yang mendukung operasi pembangkit tinggi dengan kontrak jangka panjang dan pembayaran kapasitas, sehingga energi terbarukan terkadang kalah bersaing.

Cina juga berencana mengumumkan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) menjelang KTT iklim COP30 di Brasil pada November, serta rincian Rencana Lima Tahun ke-15 (2026–2030) yang akan menentukan arah pengurangan emisi dan energi bersih.

Ketergantungan berkelanjutan pada batu bara meski kapasitas energi terbarukan meningkat menyoroti dilema energi Cina: antara memenuhi kebutuhan listrik yang terus tumbuh dan mengurangi emisi karbon. Lonjakan penggunaan batu bara di paruh pertama 2025 mencerminkan perlunya kebijakan energi yang lebih tegas agar energi terbarukan dapat benar-benar menggantikan sumber fosil tanpa mengganggu pasokan listrik nasional.

Dengan kapasitas batu bara tetap tinggi, langkah Cina dalam mengurangi emisi bisa terhambat, meski investasi besar pada energi terbarukan terus berlangsung. Kondisi ini memperlihatkan bahwa transisi energi bersih bukan hanya soal menambah kapasitas baru, tetapi juga menahan dan mengurangi kapasitas fosil yang ada agar target pengurangan emisi tercapai.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index